PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah merupakan
dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam.
Para ahli sejarah tidak meragukan
hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Dalam makalah ini kami akan
membahas tentang sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, kemajuan-kemajuan masa Dinasti Abbasiyah dan kemunduran Dinasti Abbasiyah.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
b. Bagaimana sistem pemerintahan dan kebijakan politiknya?
c. Bagaimana kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah?
d. Apa saja faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
b. Untuk mengetahui bentuk sisten pemerintahan dan kebijakan Dinasti
Abbasiyah
b. Untuk mengetahui masa kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah
c. Untuk mengetahui faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-
Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini
adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad
bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.[1]
Dinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah, dan
sekaligus sebagai khalifah pertama. Selama lima Abad dari tahun 132-656 H (750
M- 1258 M). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran
yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana
Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum
berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat
kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranannya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah,
Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan
khurasan.
Di kota Humaimah
bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad
bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah. Para
penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah
12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya
tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan
kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah
ke Kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa
Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di
usir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah di taklukan
pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di
perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad
bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di
dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir,
dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah
pimpinan Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas yang lain. Dan beririlah Dinasti
Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash-
Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[2]
Dinasti abbasiyah adalah dinasti kedua
setelah Umayyah. Abbasiyah menngambil baghdad sebagai
istana dan pusat admistrasinya karena dua alasan. Pertama, lokasinya yang
strategis, menerima pengairan dari sungai Tigris dan Eufrat. Kedua,
alasan dekat dengan pendukung mereka yakni Syiah dan
Mawali.
B. Sistem Pemerintahan dan Kebijakan politik
A. Sistem Pemerintahan
Penggantian
Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari
sekedar penggantian dinasti. Ia merupakan revolusi dalam sejarah islam,
revolusi Prancis dan revolusi Rusia di dalam sejarah barat.[3] Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan setia
kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian
pindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan
Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di
Abar , satu kota yang telah dijadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia
berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah
ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti
Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan
biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.
Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H (
750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2. Masa Abbasiyah
II, yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M) sampai
berdirinya Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.
Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946
M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4. Masa Abbasiyah
IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ). Sampai
jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada
tahun 656 H (1258 M ).[4]
A.
Kebijakan
Politik Dinasti Abbasiyah
1.
Kebijakan
politik dinasti Abbasiyah I
Menurut
Hasymi, masa Dinasti Abbasiyah I terhitung semenjak lahirnya Dinasti
Abbasiyahtahun 750 M sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq tahun 874 M.
Adapun kebijakan politik Dinasti Abbasiyah
I antara lain:
1.
Gubernur,
panglima, dan pengawal lainnya, banyak diangkat dari golongan Mawali keturunan
Persia.
2.
Kota
Baghdad dijadikan ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi,
sosial dan budaya.
3.
Ilmu
pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat urgen dan mulia. Para
khalifah dan pembesar lainnya memebuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan
dan perkembangan ilmu pengetahuan.
4.
Kebebasan
berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya dan orang leluasa
mengeluarkan pendapat dalam segala bidang.
5.
Para
menteri keturunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamaddun Islam.
2.
Kebijakan
Politik Dinasti Abbasiyah II
Musrifah
Sunanto[5]
merinci kebijakan Dinasti Abbasiyah sebagai berikut:
1.
Kekuasaan
sebenarnya di tangan wazir atau panglima atau sultan yang berkuasa di Baghdad. Sehingga
nasib khalifah tergantung selera mereka; diangkat, diturunkan atau bahkan
dibunuh.
2.
Baghdad
bukan satu-satunya kota internasional dan terbesar. Masing-masih kota
pemerintahan berlomba menyaingi baghdad. Seperti Cordova, Toledo, Qoirun,
Tunisia, dan Bukhara.
3.
Walaupun
kondisi politik dan militer dalam kemerosotan tetapi para penguasa kota-kota
tersebut menjadikannya sebagai pusat ilmu pengetahuan di luar Baghdad.
C. Masa
Kejayaan Dinasti Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan
Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi
lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Peradaban dan kebudayaan Islam
tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal
tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada periode ini lebih menekankan
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Di sinilah
letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah
terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmum
(813-833 M). ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan
melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas
wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.
Pada masanya hidup pula para filsuf,
pujangga, ahli baca Al-Qur’an dan para ulama di bidang agama. Didirikan
perpustakaan yang di namakan Baitul Hikmah. Pada masanya juga berkembang ilmu
pengetahuan agama, seperti ilmu Al-Qur’an, qira’at, hadis, fiqh, ilmu kalam,
bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti
Abbasiyah, yaitu: Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Di samping itu
berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, astronomi, music,
kedokteran, dan kimia.
Sastrawan
dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby,Abdullah
bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca
hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenal dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih
dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al
farabi dan lain-lainnya.
Ilmu-ilmu
umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke
dalam bahasa Arab, di samping bahasa India. Pada masa pemerintahan Al-Makmum,
pengaruh Yunani sangat kuat. Di antara para penerjemah yang masyur saat itu
adalah Hunain bin Ishak, seorang Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan
buku-buku berbahasa Yunani ke bahasa Arab. Ia menerjemahkan kitab Republik dari Plato, dan kitab Katagori, Metafisika, Magma Moralia
dari Aristoteles.[6] Al-Khawarizmi menyusun
ringkasan astronomi berdasarkan ilmu Yunani dan India.
Lembaga
pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang
sangat pesat. Kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal,
yaitu sebagai berikut.
a.
Terjadinya
asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan
Banin Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Bangsa-bangsa itu
memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Bangsa
Persia juga banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra.
Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan
astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di
berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
b.
Gerakan
penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada masa Khalifah
Al-Mansyur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak diterjemahkan
adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Kedua, berlangsung pada
masa Khalifah Al-Makmum yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat,
dan pada fase ketiga ilmu kedokteran. Selanjutnya ilmu-ilmu yang diterjemahkan
semakin meluas.[7]
Beberapa kemajuan pada masa Dinasti Abbasiyah antara
lain:
1. Kemajuan dalam
bidang politik dan militer
Pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan,
yang disebut Diwanul Jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan
kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer
bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari
pemerintahan Dinasti Abbasiyah
2. kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang
umum antara lainberkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat, logika,
metafisika, matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmetika, mekanika,
astronomi, musil, kedokteran, kimia, sejarah, dan sastra.
Bidang-bidang ilmu pengetahuan
umum yang berkembang antara lain:
a. Filsafat
Kajian
filsafat di kalangan umat Islam mencapai
puncaknya pada masa daulah Abbasiyah, di antaranya dengan penerjemahan filsafat
Yunani ke dalam bahasa Arab. Para filsuf
Islam antara lain: Abu Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail,
al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
b. Ilmu Kalam
Menurut A. Hasimy lahirnya ilmu kalam karena dua faktor: pertama, untuk
membela Islam dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah
termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali,
Sajastani dan lain-lain.
c. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang
sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah
farmasi. Tokoh-tokoh Islam yang terkenal
dalam dunia kedokteran antara lain: Abu Bakar Ar-Razi, Abu Zakaria Yahya bin
Mesuwaih dan Ibnu Sina.
d. Ilmu Kimia
Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh
kaum muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Hal
ini merupakan suatu perbaikan yang tegas dari cara spekulasi yang ragu-ragu
dari Yunani. Mereka melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan
kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan untuk mencari
kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan diantara
tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan.
e. Ilmu Hisab
Diantara ilmu yang dikembangkan pada masa pemerintahan abbasiyah adalah
ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhand asar
pemerintahan untuk menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua
sudut harus dihitung denga tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam
pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi.
f. Sejarah
Pada masa Dinasti Abbasiyah banyak mmuncul tokoh-tokoh sejarah. Antara
lain: Ahmad bin Al-Ya’kubi, Ibnu Ishaq, Ath-Thabari dan Al-Baladzuri.
g. Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9
M, khususnya dalam studinya mengenai
bidang kawasan arab.
h. Astronomi
Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan dikenal sebagai
pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan
pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak ahli astronomi yang
bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa al-Khawarizmi al-Farghani
al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.
3. Kemajuan dalam ilmu agama islam
Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah:
a. Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah Imam Bukhari, hasil karyanya yaitu kitab Al-Jami’, Al-Shahih, Al-Bukhari. Al-Muslim, Ibnu Majjah, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode tafsir bil
ma’tsur yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara member
penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua, metode
tafsir bi al-ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih
banyak dari pada hadits. Diantara tokoh-tokoh
mufassir adalah imam Ath-Thabari, Athiyah
Al-Andalusi.
c. Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada pada masa bani abbasiyah mampu
menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu Hanifah
menyusun kitab Musnad Al-Imam, Al-A’dzam atau Fiqih Al-Akbar. Imam Malik menyusun kitab Al-Muwatha’, Imam Syafi’i menyusun kitab al-Umm dan Fiqih Al-Akbar fi al Tauhid, Imam Ibnu Hambal menyusun kitab Al-Musnad Ahmad bin Hambal.
d. Ilmu Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak
pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim
mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal
yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah Ihya ulum
al-din.
D. Faktor
kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kebesaran, keagungan,
kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah
seolah-olah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu dibumihanguskan oleh
tentara Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. semua bangunan kota termasuk
istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan perpustakaan yang
merupakan bidang ilmu, dan membakar buku-buku yang ada di dalmanya. Pada tahun
1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M
oleh Kerajaan Safawi.
Faktor kemundurannya
dapat dilihat dari dua aspek, yaitu internal dan eksternal.
A. Faktor Internal
Yang dimaksud
dengan faktor internal kemunduran dinasti abbasiyah adalah faktor yang berasal dalam
pemerintahan itu sendiri. Beberapa faktor internal
adalah sebagai berikut:
a.
Konflik
internal keluarga istana
Perebutan kekuasaan dikalangan anak-anak khalifah yang
memebawa kemunduran dan kehancuran bagi pemerintah mereka sendiri.
b.
Tampilnya dominasi wilayah
Pada masa khalifah
Al Mu’tasim banyak di rekrut jajaran militer dari budak-budak turki.
Dan terkadang golongan elit dari mereka diangkat menjadi Gubernur
di beberapa wilayah Dinasti Abbasiyah. Namun,
militer ini secara perlahan membangun kekuatan dalam daulah dan mengendalikan jalannya admistrasi pemerintah daulah Abbasiyah.
Sehingga menimbulkan kelemahan pada Abbasiyah,.
c.
Permasalahan perekonomian
Pembebanan pajak dan pengaturan wilayah-wilayah provinsi
demi keuntungan kelas penguasa yang
menghancurkan bidang pertanian dan industri. Jenis pengeluaran semakin beragam dan para benjabat melakukan korupsi. Ketika para penguasa semakin
kaya, rakyat justru semakin miskin.[8] Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian
Negara morat-marit. Dan kondisi ekonomi
yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah.
d.
Berdirinya dinasti-dinasti kecil
Wilayah
kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas,
meliputi berbagai bangsa yang
berbeda. Penyebab utama mengapa banyak daerah
yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan
di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki. Dinasti yang
lahir dan memisahkan diri
di masa Abbasiyah di antaranya adalah:
a. Yang berbangsa Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di
Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan
(266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
b. Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di
Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk
dan cabang-cabangnya
c. Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H),
Ayubiyah (564-648 H).
d. Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di
Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan
(250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di
Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo
414-472 H).
e.
Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi
penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran
Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq yang menggoda rasa keimanan para khalifah.Selain itu terjadi juga konflik dengan
aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah.
B. Faktor Eksternal
Selain
yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan
kehancuran Khilafah bani Abbas.Ada pula faktor-faktor eksternal yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
a.
Perang Salib
Kekalahan
tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag
hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan
kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah
setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa
peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin
berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan
kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib.
Perang
salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam.
Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai
Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh Salib juga
terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh
orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong
ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan
pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
b.
Serangan
Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia
adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah.Sebuah kawasan terjauh di
China.Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan
(603-624 H).Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam,
orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia
dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan
ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah
luar diruntuhkan.
Tetapi Khalifah tetap
enggan memberikan jawaban.Maka pada Januari 1258, pasukan Hulagu bergerang untuk mengahancurkan
tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan
berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga
keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengzinkan
pasukannya untuk melakukan apa saja di
Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan
berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Mongolia dibantu
oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu Ibn
’Alqami, menteri al-Mu’tashim, dia bekerjasama
dengan orang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka
Berikut faktor kemunduran dinasti
Abbasiyah menurut beberapa pendapat:
ü Faktor
kemunduran secara internal menurut Akbar S Ahmed:
a.
Roda
pemerintahan dijalankan dengan system keluarga
b.
Tidak menerapkan
syari’ah, dalam artian mereka tidak lagi mengindahkan syari’at.
c.
Adanya sistem
komunikasi yang buruk sehingga tidak mampu mencakup wilayah yang luas.
d.
Admistrasi
keuangan yang kacau balau dikarenakan amanat baitul mal disepelekan.
ü Faktor
kemunduran secara internal menurut Ahmad Syalabi:
a.
Faktor politis
sebagai akibat dari banyaknya aliran dalam Islam seperti Bani Hasyim dll.
b.
Faktor agama
baik berkaitan dengan posisi agama dan Negara atau adanya pertentangan antara
akal dan wahyu.
ü Faktor
kemunduran secara eksternal menurut Syek Muhammad al-Khudri
a.
Semakin lemahnya
tenaga pembela (ashabiyah) yang mengawal dan mempertahankannya.
b.
Persaingan dan
perebutan yang tidak berhenti antara Abbasiyah dan Alawiyah.
c.
Jatuhnya
nilai-nilai amanah dalam segala bentuknya.
Menurut W. Montgomery
Watt,[10]
bahwa beberapa factor yang menyebabkan kemunduran pada Dinasti Abbasiyah adalah
sebagai berikut:
a.
Luasnya wilayah
kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya dikalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b.
Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantuungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
c.
Keuangan Negara
sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar.
Pada saat kekuatan militer manurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman
pajak ke Baghdad.
Sedangkan menurut Dr.
Badri Yatim, M.A.,[11]
di antara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Abbasiyah adalah sebagai
berikut.
a. Persaingan
antara bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh
Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan
dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah
berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani
Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan
antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing
bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah
Abbasiyah berdiri.
b. Kemerosotan
Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami
kemunduran di bidang ekonomi besamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada
periode pertama, pemerintah Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya.
Dana yang masuk lebih besar daripada yang keluar, sehingga baitul mal penuh
dengan harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran, pendapatan negara
menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
c. Konflik
Keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat
dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang
muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai
aliran keagamaan seperti Mu’tazilah. Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan
kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan
untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
d. Perang
Salib
Perang Salib merupakan sebab dari
eksternal umat Islam. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak
menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah
untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
e. Serangan
Bangsa Mongol (1258 M)
Serangan tentara Mongol ke wilayah
kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagii serangan
Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah
menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dinasti
Abbasiyah berkuasa sejak tahun 132 H – 656
H. Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara
Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin
Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750
M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama
lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang
pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana
Rasulullah dan anak-anaknya.
Kekhaliffahan
Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di
Abar, satu kota yang
telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia berumur tidak lebih
dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur
ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti
Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa
pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.
Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H (
750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2.
Masa Abbasiyah II, yaitu mulai
khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya Daulah
buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.
Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946
M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.
Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H
(1055 M ). Sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan
Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M ).
Ø Bidang-bidang ilmu pengetahuan
umum yang berkembang pada masa dinasti abbasiyah yaitu filsafat, ilmu kalam,
ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu hisab, sejarah, ilmu bumi dan astronom.
Ø Bidang-bidang ilmu pengetahuan
keagamaan berkembang pada masa ini yaitu: ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih,
tasawuf.
Ø Faktor kemunduran Dinasti
Abbasiyah terdiri dari faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
Abu bakar,
Istianah. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Malang: UIN-Malang Press.
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Sinar
Grafika Offset.
Busman Edyar, dkk. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Pustaka Asatrus.
Hasjmy, A. 1993. Sejarah
Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Hitti. Philip
K. 2008. History of The Arabs.
Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta.
Lukman bin Ma’sa. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah, (Online), (http://stidnatsir.ac.id, diakses 1 Oktober 2012)
Mahmudunnasir, Syed. 1994. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab.
Musyrifah, Sunanto. 2004. Sejarah
Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media
Syalabi, A.
1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam III,
Jakarta: Pustaka Alhusna.
Watt, W.
Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian
Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Yatim, Badri.1998. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Yandri, Roli. Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan
Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pendidikan di Dunia Islam. Kencana Prenada Media Groub.
[1] Ash-Shafah artinya sang penumpah
darah. Menurut Prof. Dr. Hamka, Abul Abbas Ash-Shafah dikenal sebagai orang
yang masyur karena kedermawanannya, kuat ingatannya, keras hati, tetapi sangat
besar dendamnya terhadap Bani Umayyah. Sehingga dengan tidak mengenal belas
kasihan dibunuhnya keturunan-keturunan Bani Umayyah itu. Lihat Prof. Dr. Hamka,
Sejarah Umat Islam, Jilid II,
Jakarta: Bulan Bintang, 1981, hlm. 102.
[2]
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam III,
Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992, hlm. 7.
[3] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1994, hlm. 246.
[4] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan ke-4,
1993, hlm. 213.
[5] Musyrifah, Sunanto, Sejarah
Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2004
[6] Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, hlm.
103.
[7] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998, hlm. 55-56.
[8] Philip K. Hitti, History of The Arabs, hlm. 618.
[9]
Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.65-66;
Jurji Zaidan, History of Islamic
Civilization, New Delhi: Kitab Bhavan, 1978, hlm. 240-244.
[10]
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1990, cetakan pertama, hlm. 165-166.
[11] Dr.Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 80-86.