Senin, 17 Desember 2012

Dinasti Abbasiyah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam.
Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, kemajuan-kemajuan masa Dinasti Abbasiyah dan kemunduran Dinasti Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
b. Bagaimana sistem pemerintahan dan kebijakan politiknya?
c. Bagaimana kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah?
d. Apa saja faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
b. Untuk mengetahui bentuk sisten pemerintahan dan kebijakan Dinasti Abbasiyah
b. Untuk mengetahui masa kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah
c. Untuk mengetahui faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.[1]
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Selama lima Abad dari tahun 132-656 H (750 M- 1258 M). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.
Di kota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah. Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas yang lain. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[2]
Dinasti abbasiyah adalah dinasti kedua setelah Umayyah. Abbasiyah menngambil baghdad sebagai istana dan pusat admistrasinya karena dua alasan. Pertama, lokasinya yang strategis, menerima pengairan dari sungai Tigris dan Eufrat. Kedua, alasan dekat dengan pendukung mereka yakni Syiah dan Mawali.




B.     Sistem Pemerintahan dan Kebijakan politik
A. Sistem Pemerintahan
Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari sekedar penggantian dinasti. Ia merupakan revolusi dalam sejarah islam, revolusi Prancis dan revolusi Rusia di dalam sejarah barat.[3] Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan setia kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di Abar , satu kota yang telah dijadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.        Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2.      Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M) sampai
berdirinya Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.        Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.      Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ). Sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M ).[4]


A.      Kebijakan Politik Dinasti Abbasiyah
1.    Kebijakan politik dinasti Abbasiyah I
Menurut Hasymi, masa Dinasti Abbasiyah I terhitung semenjak lahirnya Dinasti Abbasiyahtahun 750 M sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq tahun 874 M.
     Adapun kebijakan politik Dinasti Abbasiyah I antara lain:
1.    Gubernur, panglima, dan pengawal lainnya, banyak diangkat dari golongan Mawali keturunan Persia.
2.    Kota Baghdad dijadikan ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
3.    Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat urgen dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya memebuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
4.    Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya dan orang leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang.
5.    Para menteri keturunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamaddun Islam.
2.    Kebijakan Politik Dinasti Abbasiyah II
Musrifah Sunanto[5] merinci kebijakan Dinasti Abbasiyah sebagai berikut:
1.    Kekuasaan sebenarnya di tangan wazir atau panglima atau sultan yang berkuasa di Baghdad. Sehingga nasib khalifah tergantung selera mereka; diangkat, diturunkan atau bahkan dibunuh.
2.    Baghdad bukan satu-satunya kota internasional dan terbesar. Masing-masih kota pemerintahan berlomba menyaingi baghdad. Seperti Cordova, Toledo, Qoirun, Tunisia, dan Bukhara.
3.      Walaupun kondisi politik dan militer dalam kemerosotan tetapi para penguasa kota-kota tersebut menjadikannya sebagai pusat ilmu pengetahuan di luar Baghdad.

C.    Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Di sinilah letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmum (813-833 M). ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.
Pada masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-Qur’an dan para ulama di bidang agama. Didirikan perpustakaan yang di namakan Baitul Hikmah. Pada masanya juga berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti ilmu Al-Qur’an, qira’at, hadis, fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu: Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Di samping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, astronomi, music, kedokteran, dan kimia.
Sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby,Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenal dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, di samping bahasa India. Pada masa pemerintahan Al-Makmum, pengaruh Yunani sangat kuat. Di antara para penerjemah yang masyur saat itu adalah Hunain bin Ishak, seorang Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke bahasa Arab. Ia menerjemahkan kitab Republik dari Plato, dan kitab Katagori, Metafisika, Magma Moralia dari Aristoteles.[6] Al-Khawarizmi menyusun ringkasan astronomi berdasarkan ilmu Yunani dan India.
Lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu sebagai berikut.
a.       Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Banin Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Bangsa Persia juga banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
b.      Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Pertama, pada masa Khalifah Al-Mansyur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Kedua, berlangsung pada masa Khalifah Al-Makmum yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan pada fase ketiga ilmu kedokteran. Selanjutnya ilmu-ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[7]

Beberapa kemajuan pada masa Dinasti Abbasiyah antara lain:
1.      Kemajuan dalam bidang politik dan militer
Pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut Diwanul Jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasti Abbasiyah

2.      kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Dalam bidang umum antara lainberkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geometri, aljabar, aritmetika, mekanika, astronomi, musil, kedokteran, kimia, sejarah, dan sastra.
Bidang-bidang ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain:
a. Filsafat
Kajian filsafat di kalangan  umat Islam mencapai puncaknya pada masa daulah Abbasiyah, di antaranya dengan penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.  Para filsuf Islam antara lain: Abu Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
b. Ilmu Kalam
Menurut A. Hasimy lahirnya ilmu kalam karena dua faktor: pertama, untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan lain-lain.
c. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Tokoh-tokoh Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain: Abu Bakar Ar-Razi, Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih dan Ibnu Sina.
d. Ilmu Kimia
Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Hal ini merupakan suatu perbaikan yang tegas dari cara spekulasi yang ragu-ragu dari Yunani. Mereka melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan.
e. Ilmu Hisab
Diantara ilmu yang dikembangkan pada masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhand asar pemerintahan untuk menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus dihitung denga tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi.
f. Sejarah
Pada masa Dinasti Abbasiyah banyak mmuncul tokoh-tokoh sejarah. Antara lain: Ahmad bin Al-Ya’kubi, Ibnu Ishaq, Ath-Thabari dan Al-Baladzuri.
g. Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studinya mengenai bidang kawasan arab.
h. Astronomi
Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa al-Khawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.

3. Kemajuan dalam ilmu agama islam
Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah:
a. Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah Imam Bukhari, hasil karyanya yaitu kitab Al-Jami’, Al-Shahih, Al-Bukhari. Al-Muslim, Ibnu Majjah, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode tafsir bil ma’tsur yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara member penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua, metode tafsir bi al-ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak dari pada hadits. Diantara tokoh-tokoh mufassir adalah imam Ath-Thabari, Athiyah Al-Andalusi.
c. Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab Musnad Al-Imam, Al-A’dzam atau Fiqih Al-Akbar. Imam Malik menyusun kitab Al-Muwatha’, Imam Syafi’i menyusun kitab al-Umm dan Fiqih Al-Akbar fi al Tauhid, Imam Ibnu Hambal menyusun kitab Al-Musnad Ahmad bin Hambal.

d. Ilmu Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah Ihya ulum al-din.

D. Faktor kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan perpustakaan yang merupakan bidang ilmu, dan membakar buku-buku yang ada di dalmanya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh Kerajaan Safawi.
Faktor kemundurannya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu internal dan eksternal.

A. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal kemunduran dinasti abbasiyah adalah faktor yang berasal dalam pemerintahan itu sendiri. Beberapa faktor internal adalah sebagai berikut:
a.       Konflik internal keluarga istana
Perebutan kekuasaan dikalangan anak-anak khalifah  yang memebawa kemunduran dan kehancuran bagi pemerintah mereka sendiri.
b.      Tampilnya dominasi wilayah
Pada masa khalifah Al Mu’tasim banyak di rekrut jajaran militer dari budak-budak turki. Dan terkadang golongan elit dari mereka diangkat menjadi Gubernur di beberapa wilayah Dinasti Abbasiyah. Namun, militer ini secara perlahan membangun kekuatan dalam daulah dan mengendalikan jalannya admistrasi pemerintah daulah Abbasiyah. Sehingga menimbulkan kelemahan pada Abbasiyah,.
c.       Permasalahan perekonomian
Pembebanan pajak dan pengaturan wilayah-wilayah provinsi demi keuntungan kelas penguasa yang menghancurkan bidang pertanian dan industri. Jenis pengeluaran semakin beragam dan para benjabat melakukan korupsi. Ketika para penguasa semakin kaya, rakyat justru semakin miskin.[8] Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian Negara morat-marit. Dan kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah.
d.      Berdirinya dinasti-dinasti kecil
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda. Penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki. Dinasti yang lahir dan memisahkan diri di masa Abbasiyah di antaranya adalah:
a.    Yang berbangsa Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
b.    Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
c.    Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
d.   Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
e.    Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.[9]

e.       Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq yang menggoda rasa keimanan para khalifah.Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah.
B.  Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas.Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
a.       Perang Salib
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung  dalam beberapa gelombang atau periode telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
b.      Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah.Sebuah kawasan terjauh di China.Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H).Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan.
Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban.Maka pada Januari 1258, pasukan Hulagu bergerang untuk mengahancurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengzinkan pasukannya untuk melakukan apa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Mongolia dibantu oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, dia bekerjasama dengan orang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka
Berikut faktor kemunduran dinasti Abbasiyah menurut beberapa pendapat:

ü  Faktor kemunduran secara internal menurut Akbar S Ahmed:
a.       Roda pemerintahan dijalankan dengan system keluarga
b.      Tidak menerapkan syari’ah, dalam artian mereka tidak lagi mengindahkan syari’at.
c.       Adanya sistem komunikasi yang buruk sehingga tidak mampu mencakup wilayah yang luas.
d.      Admistrasi keuangan yang kacau balau dikarenakan amanat baitul mal disepelekan.
ü  Faktor kemunduran secara internal menurut Ahmad Syalabi:
a.       Faktor politis sebagai akibat dari banyaknya aliran dalam Islam seperti Bani Hasyim dll.
b.      Faktor agama baik berkaitan dengan posisi agama dan Negara atau adanya pertentangan antara akal dan wahyu.
ü  Faktor kemunduran secara eksternal menurut Syek Muhammad al-Khudri
a.       Semakin lemahnya tenaga pembela (ashabiyah) yang mengawal dan mempertahankannya.
b.      Persaingan dan perebutan yang tidak berhenti antara Abbasiyah dan Alawiyah.
c.       Jatuhnya nilai-nilai amanah dalam segala bentuknya.

Menurut W. Montgomery Watt,[10] bahwa beberapa factor yang menyebabkan kemunduran pada Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
a.       Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya dikalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b.      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantuungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
c.       Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer manurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A.,[11] di antara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut.
a.       Persaingan antara bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
b.      Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi besamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintah Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar daripada yang keluar, sehingga baitul mal penuh dengan harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran, pendapatan negara menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
c.       Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah. Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
d.      Perang Salib
Perang Salib merupakan sebab dari eksternal umat Islam. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
e.       Serangan Bangsa Mongol (1258 M)
Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagii serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.



BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan

Dinasti Abbasiyah berkuasa sejak tahun 132 H – 656 H. Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di Abar, satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.        Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2.         Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.        Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.        Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ). Sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M ).

Ø  Bidang-bidang ilmu pengetahuan umum yang berkembang pada masa dinasti abbasiyah yaitu filsafat, ilmu kalam, ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu hisab, sejarah, ilmu bumi dan astronom.
Ø  Bidang-bidang ilmu pengetahuan keagamaan berkembang pada masa ini yaitu: ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih, tasawuf.
Ø  Faktor kemunduran Dinasti Abbasiyah terdiri dari faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.




DAFTAR PUSTAKA

Abu bakar, Istianah. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN-Malang Press.
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Busman Edyar, dkk. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatrus.
Hasjmy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Hitti. Philip K. 2008. History of The Arabs. Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta.
Lukman bin Ma’sa. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah, (Online), (http://stidnatsir.ac.id, diakses 1 Oktober 2012)
Mahmudunnasir, Syed. 1994. Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab.
Musyrifah, Sunanto. 2004. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media
Syalabi, A. 1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam III, Jakarta: Pustaka Alhusna.
Watt, W. Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Yatim, Badri.1998. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Yandri, Roli. Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pendidikan di Dunia Islam. Kencana Prenada Media Groub.


[1] Ash-Shafah artinya sang penumpah darah. Menurut Prof. Dr. Hamka, Abul Abbas Ash-Shafah dikenal sebagai orang yang masyur karena kedermawanannya, kuat ingatannya, keras hati, tetapi sangat besar dendamnya terhadap Bani Umayyah. Sehingga dengan tidak mengenal belas kasihan dibunuhnya keturunan-keturunan Bani Umayyah itu. Lihat Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, hlm. 102.
[2] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam III, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992, hlm. 7.
[3] Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, hlm. 246.
[4] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan ke-4, 1993, hlm. 213.
[5] Musyrifah, Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2004

[6] Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, hlm. 103.
[7] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 55-56.
[8] Philip K. Hitti, History of The Arabs, hlm. 618.
[9] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.65-66; Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization, New Delhi: Kitab Bhavan, 1978, hlm. 240-244.
[10]  W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, cetakan pertama, hlm. 165-166.
[11]  Dr.Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 80-86.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar