BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata pendidikan lebih luas maknanya
dibanding kata pengajaran, karena pendidikan yang berhasil akan mengubah
perilaku, dan perilaku akan mengubah karakter, dan karakter berbangsa
menciptakan budaya bangsa, dan budaya bangsa menciptakan peradaban bangsa.
Kalau sementara orang menganggap bahwa pendidikan entreprenership
diartikan sebagai pelajaran mengenai berdagang, itu makna yang terlalu sempit,
karena pada hakikatnya pendidikan entreprenership adalah sebuah tindakan
kreatif, inovatif dan sportif, serta dapat diterima publik.
Pendidikan entreprenership
tidak harus menambah kurikulum, akan tetapi justru memberi keragaman pendidikan
yang kontekstual dan dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata sehari-hari,
sehingga mempunyai nilai tambah (added value) baik dari sisi pengetahuan
maupun sisi nilai sosial ekonomi.Peserta didik yang dibekali pendidikan entreprenership
tumbuh kecerdasannya, keterampilannya, intelektualnya, mempunyai banyak
gagasan, mampu berkomunikasi yang dapat meyakinkan orang lain, sehingga ruh
sebagaimana dimaksudkan oleh UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 terjawab.[1]
Maka dari itu
kami menyusun makalah ini
dengan tujuan untuk memberikan sedikit penjelasan tentang pentingnya pendidikan
interprenership dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya alam dan kenapa harus ada pendidikan
interprenership pada pendidikan menengah atas, di sini kami akan menjelaskan sedikit banyak tentang hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Kemanakaharah pendidikan Islam jenjang pendidikan
menengah atas?
2.
Apa itu
pendidikan interprenership?
3.
Apakah
pendidikan interprenership meningkatkan kualitas manusia?
4.
Apa tujuan pendidikan
interprenership?
5.
Bagaimana pendidikan kewirausahaan
di sekolah
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui kemana arah pendiidkan Islam jenjang pendidikan menengah atas
2.
Untuk mengetahui
apa itu pendidikan interprenership
3.
Untuk
mengetahui apakah pendidikan interprenership meningkatkan kualitas manusia
4.
Untuk
mengetahui tujuan pendidikan interprenership
5.
Untuk
mengetahui bagaimana pendidikan kewirausahaan di sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arah
Pendidikan Islam Jenjang Pendidikan Menengah Atas
Pendidikan Islam adalah
pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam.
Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidikan, peserta didik, hubungan
pendidik dan peserta didik, kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana,
pengelolaan, lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan lainnya didasarkan
pada ajaran Islam.[2]
Arah tujuan pendidikan
yang bersifat universal dapat dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang
pendidikan Islam yaitu:
Bahwa pendidikan harus
ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara
menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan, dan fisik
manusia. Dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh
potensi manusia, baik yang bersifat spiritual, intelektual, daya khayal, fisik,
ilmu pengetahuan,maupun bahasa, baik secara perorangan maupun kelompok, dan
mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan.
Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh
terhadap Allah, baik pada tingkat perseorang, kelompok maupun kemanusiaan dalam
arti yang seluas-luasnya.[3]
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh al-Attas bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mewujudkan
manusia yang baik. Manusia yang baik tersebut adalah orang yang menyadari
sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan; yang memahami dan menunaikan
keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya; yang terus
berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai
manusia yang beradab.[4]
Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan mengacu pada tujuan umum pendidikan.Tujuan pendidikan
menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut agar menghasilkan manusia yang lebih baik.[5]
Tujuan pendidikan menengah atas
ialah
:
1. meningkatkan pengetahuan siswa untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan
diri sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
2. meningkatkan kemampuan siswa sebagai
anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya dan alam sekitarnya
Kurikulum
di SMA
merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
menengah.Secara khusus pendidikan menengah umum mengutamakan penyiapan siswa
untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Umumnya berusia sekitar 15 – 19
tahun
Tugas perkembangan yang hendak dicapai pada masa
dewasa awal adalah untuk:
1. Mencapai kematangan dan pengembangan
wawasan dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Mencapai kematangan dalam hubungan
antar teman sebaya
3. Mencapai kematangan emosional
4. Mencapai kematangan pertumbuhan
jasmani
5. Mencapai kematangan dalam pilihan
karier
6. Mencapai kematangan gambara dan
sikap tentang kehidupan mandiri, baik secara emosional, intelektual maupun
ekonomi
7. Mencapai kematangan gambaran tentang
kehidupan berkeluarga
8. Mengembangkan kemampuan komunikasi
sosial dan intelektual
9. Mencapai kematangan dalam system
etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai individu, anggota keluarga,
masyarakat dan bangsa serta sebagai warga Negara
Menurut surat keputusan bersama Mendikbud dan Kepala BAKN
no. 0433/P/1993 dan no. 25 tahun 1993 serta SK Mendikbud no. 025/O/1995
menyebutkan :
Bidang bimbingan ada 4 yaitu:
- Bimbingan pribadi
- Bimbingan social
- Bimbingan belajar
- Bimbingan karier[6]
B. Pendidikan Interprenership
Istilah entrepreneur berasal dari bahasa Perancis entreprendre,
yang artinya mengambil langkah memasuki sebuah aktivitas tertentu atau sebuah enterprise,
atau menyambut tantangan. Di dalam pengertian yang asli dari kata entrepreneur
terdapat tiga hal yang penting, yaitu creativity-innovation, opportunity-creation,
dan calculated risk-taking. Tiga unsur inilah yang utama ada di semua entrepreneur
manapun.
Kalau sementara orang menganggap
bahwa pendidikan interprenership diartikan sebagai pelajaran mengenai
berdagang, itu makna yang terlalu sempit, karena pada hakikatnya pendidikan interprenership
adalah sebuah tindakan kreatif, inovatif dan sportif, serta dapat diterima
publik.
Pendidikan interprenership tidak harus menambah
kurikulum, akan tetapi justru memberi keragaman pendidikan yang kontekstual dan
dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata sehari-hari, sehingga mempunyai nilai
tambah (added value) baik dari sisi pengetahuan maupun sisi nilai sosial
ekonomi. Peserta didik yang dibekali pendidikan interprenership tumbuh
kecerdasannya, keterampilannya, intelektualnya, mempunyai banyak gagasan, mampu
berkomunikasi yang dapat meyakinkan orang lain.
Oleh karena itu sebaiknya Pendidikan
Interprenership, baik yang tersirat maupun yang tersurat (formal – non
formal – informal) sudah harus dimulai sejak dini sampai ke jenjang pendidikan
tinggi dan bahkan sepanjang hayat. Pembiasaan dan pelatihan yang terus-menerus
akan mendatangkan kepiawaian seseorang untuk berpotensi menjadi penemu dan
pemecah masalah (problem finder and problem solver), dan akhirnya
memiliki hidup yang bermanfaat.[7]
C.
Pendidikan
Interprenership Meningkatkan Kualitas Pribadi Manusia
Bangsa-bangsa yang tergolong maju, memiliki manusia-manusia
yang berkualitas tinggi. Bangsa yang telah maju memiliki jiwa kewiraswasta,
baik pada para pengusaha, para pemimpin, maupun setiap anggota masyarakat usia
kerjanya. Sebagai bangsa merdeka dan mau berkembang, tentunya tidak dapat lagi
dibenarkan apabila para pemimpin beserta masyarakatnya membiarkan begitu saja
adanya penindasan mental diantara sesamanya.
Untuk keperluan itu, segenap sumber daya manusia
hendaknya digali, dipelajari dan dikembangkan, sehingga terwujudnya kualitas
masyarakat yang diharapkan. Pendidikan kewiraswastaan berusaha untuk menjawab
tantangan ini guna menjadikan
manusia bukan hanya mampu mencari pekerjaan, melainkan mampu mengembangkan sumber daya manusia yang
mampu meningkatkan sumber daya bagi dirinya sendiri, atau bahkan menyediakan
lapangan kerja bagi orang lain.
Untuk mengembangkan manusia yang bekualitas tinggi,
kita tidak harus mengandalkan pelayanan pendidikan formal yang telah ada,
karena daya jangkau dan daya didik pendidikan formal adalah terbatas pada
sejumlah manusia tertentu,sepanjang waktu tertentu dan seluas ruang lingkup
pengajaran tertentu.Untuk itu perlu diberikannya pendidikan untuk membekali
pribadi manusia sehingga manusia mampu mengembangkan kualitas
pribadinya.Pendidikan yang tepat untuk itu ialah pendidikan
kewiraswastaan.Dalam pengertian wiraswasta terkandung pula kualitas manusia
yang mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dengan pendidikan wiraswasta, maka kita tidak lagi
hanya mau mengerahkan tenaga manusia, melainkan lebih dari itu dapat
mengerahkan mentalnya.Itulah daya kekuatan yang terpadu didalam suatu
pengertian wiraswasta, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu.[8]
Entrepreneur bukan
berarti pedagang.Namun punya semangat untuk kreatif, inovatif, berani mengambil
resiko, serta mampu mengubah “sampah” menjadi “emas’.
Tujuan pendidikan interprenership tidak mengharuskan
semua orang menjadi seorang entrepreneur, tetapi kalaupun mereka menjadi
pegawai, akan menjadi pegawai yang baik. Karena pendidikan interprenership
mengajarkan inisiatif, kreatif, yang sifatnya holistik.
Sebenarnya yang didapat dari pendidikan interprenership
adalah kreativitas.Ada beberapa pandangan yang kurang tepat tentang pendidikan
interprenership.
Pertama, ada yang
berkata kalau memasukkan pendidikan interprenership berarti membuat kurikulum
baru.Sebenarnya tidak perlu, pendidikan interprenership itu memperkaya dan
mempertajam kurikulum yang sudah ada.Kedua, mengajarkan interprenership
berarti mengajarkan dagang.Itu terlalu sempit, pendidikan interprenership itu
lebih luas.Ketiga, belajar interprenership lebih tepat jika sudah
besar.Itu keliru, benih-benih inspirasinya mesti dimulai dari mengembangkan
kreatifitas.[9]
Arah tujuan
pendidikan interprenership tidak bersifat sempit semata-mata untuk mencetak
lulusan siap kerja saja, namun juga menyiapkan lulusan memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan masalah, beradaptasi dan mereka cipta.
Tujuan pendidikan interprenership mendidik agar siswa menjadi:
- Generasi baru yang peka dan peduli pada kesejahteraan dan perdamaian masyarakat lokal dan global.
- Generasi baru yang terbuka dan mandiri, mampu melihat, mencari, mengelola dan menciptakan peluang dengan berfikir kritis dan kreatif yang menghasilkan ide-ide yang inovatif.
- Generasi baru yang dapat mengkomunikasikan ide inovatif yang dilandasi sikap kejujuran dan tanggungjawab dan kepekaan pada kebutuhan orang lain.
- Generasi baru yang berani mengambil resiko dan memiliki keterampilan-keterampilan untuk menjalankan ide-ide inovatif secara nyata disertai sikap etis agar dapat mencapai hasil yang terbaik.
Pada intinya pendidikan interprenership bertujuan
memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk mengetahui (to know),
melakukan (to do), dan menjadi (to be) seseorang yang mempunyai
semangat untuk melakukan dan memberikan yang terbaik baik bagi diri sendiri,
keluarga maupun bangsa. Dengan integrasi dari ketiga unsur ini diharapkan akan
meningkatkan keunggulan sumber daya manusia Indonesia untuk bersaing dalam
kancah masyarakat dunia yang berbasis pengetahuan dan kreatifitas.[10]
E.
Pendidikan
Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan
kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai
wirausaha.Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan
secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan
pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu
komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam
kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang
dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan
kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek,
diantaranya:
1. Pendidikan
Kewirausahaan Terintegrasi dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang
dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses
pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya
nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai
kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua
mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan
peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah
ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah
pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui
metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian. Nilai-nilai pokok
kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada
6 (enam) nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko,
kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Pengintegrasian
nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui
langkah-langkah berikut:
a) Mengkaji
SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup
didalamnya.
b) Mencantumkan
nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam
silabus.
c) Mengembangkan
langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik
memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam
perilaku.
d) Memasukan
langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam
RPP.
2. Pendidikan
Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling
untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan
oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan
di sekolah/madrasah.Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya
potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan
kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan
masyarakat.
Misi ekstra kurikuler adalah:
a) Menyediakan
sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka.
b) Menyelenggarakan
kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara
bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3. Pendidikan
Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah.Kegiatan
pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter
wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling
berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan
pengembangan karir, serta kegiatan ekstrakurikuler.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan
menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat,
kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan
keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir,
kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Dalam program pengembangan diri,
perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui
pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business
day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
4. Perubahan
Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan
diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter
wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada
pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep.
Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa
Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan
kewirausahaan.Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara
langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf
tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai
tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu
menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara
mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5. Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada
peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah
yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat
karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan
mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu
membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal
dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang
berada di ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal
sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang
kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh
pendapatan.
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa untuk
berwirausaha,
diantaranya:
a)
Kemauan
Kemauan
adalah suatu kegiatan yang menyebabkan seseorang mampu untuk melakukan tindakan
dalam mencapai tujuan tertentu.Dengan adanya kemauan seseorang untuk mencoba
berwirausaha merupakan suatu hal yang baik.
b)
Ketertarikan
Ketertarikan
adalah perasaan senang, terpikat, menaruh minat kepada sesuatu.Saat ada
ketertarikan dari diri seseorang maka ada daya juang untuk meraih yang ingin
dicapai.Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk mau berwirausaha, maka siswa
tersebut mempunyai minat untuk berwirausaha.
c)
Lingkungan Keluarga
Berkaitan
dengan lingkungan keluarga, maka peran keluarga sangat penting dalam
menumbuhkan minat anak.Orang tua merupakan pendidik pertama dan sebagai tumpuan
dalam bimbingan kasih sayang yang utama.Maka orang tualah yang banyak
memberikan pengaruh dan warna kepribadian terhadap seorang anak. Dengan
demikian mengingat pentingnya pendidikan di lingkungan keluarga, maka pengaruh
di lingkungan keluarga terhadap anak dapat mempengaruhi apa yang diminati oleh
anak.
d)
Lingkungan Sekolah
Pendidikan
di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Jadi pada dasarnya yang berpengaruh
terhadap perkembangan siswa yaitu proses pendidikan di sekolah sebagai bekal
untuk diterapkan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam
proses pendidikan juga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa
dalam menumbuhkan minatnya. Sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal,
maka guru berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan
orang pada dasarnya adalah ke arah pengembangan kualitas SDM yang berguna
(Suprapto, 2007).
Faktor-faktor
tersebut dapat mempengaruhi besarnya minat yang timbul dari dalam maupun luar
diri siswa terhadap sesuatu yaitu minat berwirausaha.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah interpreneur berasal dari bahasa
Perancis entreprendre, yang artinya mengambil langkah memasuki sebuah
aktivitas tertentu atau sebuah enterprise, atau menyambut tantangan.
Pada hakikatnya pendidikan interprenership
adalah sebuah tindakan kreatif, inovatif dan sportif, serta dapat diterima
publik.
Tujuan pendidikan interprenership tidak mengharuskan
semua orang menjadi seorang entrepreneur, tetapi kalaupun mereka menjadi
pegawai, akan menjadi pegawai yang baik. Karena pendidikan interprenership
mengajarkan inisiatif, kreatif, yang sifatnya holistik.
Program pendidikan interprenership dapat diterapkan
melalui beberapa aspek, diantaranya:
•
Terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran
•
Terpadu dalam kegiatan Ekstrakulikuler
•
Melalui
pengembangan diri
•
Perubahan pelaksanaan pembelajaran interpreneurship
dari teori ke praktik
•
Melalui muatan lokal (mulok)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat
siswa untuk berwirausaha, diantaranya:
•
Kemauan
•
Ketertarikan
•
Lingkungnan keluarga
•
Lingkungan sekolah
B. Saran
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pemakalah.Mohon maaf atas
segala kekurangan dan keterbatasan penjelasan dari makalah kami.Kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini sangat kami
harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://assetanita.blogspot.com/ (diakses 10 Juni 2013).
http://smadppekalongan.wordpress.com/profil/tata-tertib-tenaga-kependidikan (diakses 16 April 2013).
http://tyashandayani.wordpress.com/2011/01/20/pendidikan-entrepreneurship/ (diakses 10 Juni 2013).
Kasmir, Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.
Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana.
2010
Rosnita. Kurikulum Pendidikan Islam
Gagasan Syed Muhammad Naquib al-Attas. Banda Aceh: PeNA. 2011
Soemanto, Wasti. Pendidikan Wiraswasta. Jakarta: Bumi
Aksara. 2008.
Suharyadi,
dkk, Kewirausahaan, Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda. Jakarta: Salemba
Empat. 2008.
[1]http://tyashandayani.wordpress.com/2011/01/20/pendidikan-entrepreneurship/
[2] Nata, Abudin. 2010. Ilmu
Pendidikan Islam. Kencana: Jakarta. Hlm
36.
[3]Ibid. 62.
[4]Rosnita. 2011. Kurikulum
Pendidikan Islam, Gagasan Pendidikan Syed Muhammad Naquib al-Attas. Banda
Aceh. peNA. Hlm. 101
[5]http://smadppekalongan.wordpress.com/profil/tata-tertib-tenaga-kependidikan
[6]http://ariska67.blogspot.com/2012/02/tujuan-pendidikan-sma.html
[7]http://tyashandayani.wordpress.com/2011/01/20/pendidikan-entrepreneurship/
[8] Wasty Soemanto, “Pendidikan Wiraswasta”(Jakarta: Bumi
Aksara.2008)h. 85-86
[9]Suharyadi, dkk, Kewirausahaan,
Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda, (Jakarta: Salemba Empat, 2008).
[10]Kasmir, Kewirausahaan,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar