Senin, 13 Mei 2013

Doktrin-doktrin Mu'tazilah


Doktrin-doktrin Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah mempunyai lima pokok ajaran yang disebut dengan Usulul Khamsah.
a.      Tauhid (Ke-Esaan)
Tauhid di sini maksudnya meng-Esa-Kan Tuhan dari segala sifat dan af’alnya yang menjadi pegangan bagi akidah Islam.
Orang-orang Mu’tazilah dikatakan ahli Tauhid karena mereka berusaha semaksimal mungkin mempertahankan prinsip ketauhidannya dari serangan Syi’ah Rafidiyah yang menggambarkan Tuhan dalam bentuk Jisim dan bisa menghindari juga dari serangan agama dualism dan Trinitas.
Ketauhidan dari golongan Mu’tazilah adalah,
1.      Tuhan tidak bersifat Qadim, kalau sifat Tuhan qadim berarti Allah berbilang-bilang, sebab ada dua zat yang qadim, yaitu Allah dan sifat-Nya, padahal Allah adalah Maha Esa.[1]
2.      Mereka menafikan (meniadakan) sifat-sifat Allah, dalam hal ini mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat pada allah. Apa yang dipandang orang sebagai sifat bagi mu’tazilah tidak lain adalah Dzat allah itu sendiri, dalam artian allah tidak mempunyai sifat karena yang mempunyai sifat itu adalah makhluk. Jika tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifat sedangkan allah melihat, mendengar itu dengan dzatnya bukan dengan sifatnya.
3.      Al-Qur’an adalah makhluk, dikatakan makhluk karena al-Qur’an adalah firman dan tidak qadim dan perlu diyakini bahwa segala sesuatu selain allah itu adalah makhluk.[2]
4.      Allah bersifat Aliman, Qadiran, Hayyan, Sami’an, Basyiran dan sebagainya adalah dengan zat-Nya, tetapi ini bukan keluar dari zat Allah yang berdiri sendiri.
5.      Allah tidak dapat diterka dan dilihat mata walaupun di akhirat nanti.
6.      Mereka menolak aliran Mujassimah, Musyabihah, Dualisme, dan Trinitas.
7.      Tuhan itu Esa bukan benda dan bukan Arrad serta tidak berlaku tempat (arah) pada-Nya.
b.      Al-Adlu (Keadilan)
Manusia memiliki kebebasan dalam segala perbuatannya dan tindakannya. Karena kebebasan itulah manusia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, kalau perbuatan itu baik Tuhan memberikan kebaikan dan kalau perbuatannya buruk atau salah Tuhan akan memberi siksaan, inilah yang mereka maksudkan keadilan.
Lebih jauhnya tentang keadilan ini, mereka berpendapat:
1.      Tuhan menguasai kebaikan serta tidak menghendaki keburukan.
2.      Manusia bebas berbuat dan kebebasan ini karena Qudrat (Kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada diri manusia.
3.      Makhluk diciptakan Tuhan atas dasar hikmah kebijaksanaan.
4.      Tuhan tidak melarang atas sesuatu kecuali terhadap yang dilarang dan tidak menyuruh kecuali yang disuruh-Nya.
5.      Kaum Mu’tazilah tidak mengakui bahwa manusia itu memiliki Qudrat dan Iradat, tetapi Qudrat dan Iradat itu hanya merupakan pinjaman belaka.
6.      Manusia dapat dilarang atau dicegah untuk melakukan Qudrat dan Iradat.
c.       Al-wa’du wal Wa’id (janji dan ancaman)
Prinsip janji dan ancaman yang dipegang oleh kaum Mu’tazilah adalah untuk membuktikan keadilan Tuhan sehingga manusia dapat merasakan balasan Tuhan atas segala perbuatannya. Di sinilah peranan janji dan ancaman bagi manusia agar tidak terlalu menjalankan kehidupannya.
Ajarannya ialah:
1.      Orang mukmin yang berdosa besar lalu mati sebelum taubat ia tidak akan mendapat ampunan Tuhan.
2.      Di akhirat tidak aka nada syafaat sebab syafaat berlawanan dengan janji dan ancaman.
3.      Tuhan akan membalas kebaikan manusia yang telah berbuat baik dan akan menjatuhkan siksa terhadap manusia yang melakukan kejahatan.
d.      Al-Manzilah Bainal Manzilataini (Tempat di antara dua Tempat)
Sebagaimana diuraikan terdahulu bahwa yang dimaksud dengan tempat di antara dua tempat yang dikemukakan oleh kaum Mu’tazilah yaitu tempat bagi orang fasik, yaitu orang-orang Mu’tazilah yang melakukan dosa besar tetapi tidak tidak musyrik, maka mereka dinamai fasik dan nantinya akan ditempatkan di suatu tempat yang berada di antara surga dan neraka.
Orang-orang fasik ini tidak akan keluar dari neraka yang agak dingin dan tidak pula masuk surga yang penuh kenikmatan.
e.       Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh Kebaikan dan Melarang Keburukan)
Dasar ini pada kenyataannya hanya sekedar berhubungan dengan amalan lahir dan dengan dasar ini pula membuat heboh dunia Islam selama 300 tahun, pada abad permulaan Islam, sebab menurut mereka, “Orang yang menyalahi pendirian mereka dianggap sesat dan harus dibenarkan serta diluruskan,” kewajiban ini harus dilaksanakan oleh setiap muslim untuk menegakkan agama serta memberi petunjuk kepada orang yang sesat.
Dalam melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar mereka berpegang pada Al-Hadis yang berbunyi:
Artinya: “Siapa di antaranya yang melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tanganmu.”
Oleh karena itulah telah tercatat dalam sejarah bahwa kaum Mu’tazilah pernah membunuh ulama-ulama Islam, di antaranya ulama Islam yang terkenal Syekh Buwaithi seorang ulama pengganti Imam Syafi’i dalam suatu peristiwa Quran Makhluk.
Di sini terdapat keganjilan-keganjilan dari orang Mu’tazilah sebab amar ma’ruf atau menyuruh kebaikan itu dimaksudkan hanya ma’ruf (kebaikan) bagi kaum Mu’tazilah, yaitu hanya pendapat mereka bukan ma’ruf (kebaikan) yang sesuai dengnan Quran sebagaimnana orang banyak berpegang kepada Quran yang tercantum dalam firman Allah:
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
Aliran Mu’tazilah berpusat di dua tempat, yaitu di Basrah dan Baghdad. Dalam perkembangan selanjutnya, aliran Mu’tazilah terpecahbelah menjadi 20 aliran; namun semuanya masih berprinsip dari lima ajaran tersebut.[3]


[1]  Muhammad Ahmad. 1997. Tuhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 166
[3]  Ibid. Hlm. 166-169

4 komentar: