Doktrin-doktrin Mu’tazilah
Aliran
Mu’tazilah mempunyai lima pokok ajaran yang disebut dengan Usulul Khamsah.
a.
Tauhid (Ke-Esaan)
Tauhid
di sini maksudnya meng-Esa-Kan Tuhan dari segala sifat dan af’alnya yang
menjadi pegangan bagi akidah Islam.
Orang-orang
Mu’tazilah dikatakan ahli Tauhid karena mereka berusaha semaksimal mungkin
mempertahankan prinsip ketauhidannya dari serangan Syi’ah Rafidiyah yang menggambarkan Tuhan dalam bentuk Jisim dan bisa menghindari juga dari
serangan agama dualism dan Trinitas.
Ketauhidan
dari golongan Mu’tazilah adalah,
1.
Tuhan tidak
bersifat Qadim, kalau sifat Tuhan qadim berarti Allah berbilang-bilang, sebab
ada dua zat yang qadim, yaitu Allah dan sifat-Nya, padahal Allah adalah Maha
Esa.[1]
2. Mereka menafikan (meniadakan) sifat-sifat Allah, dalam hal ini mu’tazilah tidak
mengakui adanya sifat pada allah. Apa yang dipandang orang sebagai sifat bagi
mu’tazilah tidak lain adalah Dzat allah itu sendiri, dalam artian allah tidak
mempunyai sifat karena yang mempunyai sifat itu adalah makhluk. Jika tuhan
mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifat sedangkan allah
melihat, mendengar itu dengan dzatnya bukan dengan sifatnya.
3. Al-Qur’an adalah makhluk, dikatakan
makhluk karena al-Qur’an adalah firman dan tidak qadim dan perlu diyakini bahwa
segala sesuatu selain allah itu adalah makhluk.[2]
4.
Allah bersifat
Aliman, Qadiran, Hayyan, Sami’an, Basyiran dan sebagainya adalah dengan
zat-Nya, tetapi ini bukan keluar dari zat Allah yang berdiri sendiri.
5.
Allah tidak
dapat diterka dan dilihat mata walaupun di akhirat nanti.
6.
Mereka menolak
aliran Mujassimah, Musyabihah, Dualisme, dan Trinitas.
7.
Tuhan itu Esa
bukan benda dan bukan Arrad serta tidak berlaku tempat (arah) pada-Nya.
b.
Al-Adlu (Keadilan)
Manusia memiliki
kebebasan dalam segala perbuatannya dan tindakannya. Karena kebebasan itulah
manusia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, kalau perbuatan itu
baik Tuhan memberikan kebaikan dan kalau perbuatannya buruk atau salah Tuhan
akan memberi siksaan, inilah yang mereka maksudkan keadilan.
Lebih jauhnya
tentang keadilan ini, mereka berpendapat:
1.
Tuhan menguasai
kebaikan serta tidak menghendaki keburukan.
2.
Manusia bebas
berbuat dan kebebasan ini karena Qudrat (Kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada
diri manusia.
3.
Makhluk
diciptakan Tuhan atas dasar hikmah kebijaksanaan.
4.
Tuhan tidak
melarang atas sesuatu kecuali terhadap yang dilarang dan tidak menyuruh kecuali
yang disuruh-Nya.
5.
Kaum Mu’tazilah
tidak mengakui bahwa manusia itu memiliki Qudrat dan Iradat, tetapi Qudrat dan Iradat
itu hanya merupakan pinjaman belaka.
6.
Manusia dapat
dilarang atau dicegah untuk melakukan Qudrat dan Iradat.
c.
Al-wa’du wal Wa’id (janji dan ancaman)
Prinsip janji
dan ancaman yang dipegang oleh kaum Mu’tazilah adalah untuk membuktikan
keadilan Tuhan sehingga manusia dapat merasakan balasan Tuhan atas segala
perbuatannya. Di sinilah peranan janji dan ancaman bagi manusia agar tidak
terlalu menjalankan kehidupannya.
Ajarannya ialah:
1.
Orang mukmin
yang berdosa besar lalu mati sebelum taubat ia tidak akan mendapat ampunan
Tuhan.
2.
Di akhirat tidak
aka nada syafaat sebab syafaat berlawanan dengan janji dan ancaman.
3.
Tuhan akan
membalas kebaikan manusia yang telah berbuat baik dan akan menjatuhkan siksa
terhadap manusia yang melakukan kejahatan.
d.
Al-Manzilah Bainal Manzilataini (Tempat di antara
dua Tempat)
Sebagaimana
diuraikan terdahulu bahwa yang dimaksud dengan tempat di antara dua tempat yang
dikemukakan oleh kaum Mu’tazilah yaitu tempat bagi orang fasik, yaitu
orang-orang Mu’tazilah yang melakukan dosa besar tetapi tidak tidak musyrik,
maka mereka dinamai fasik dan nantinya akan ditempatkan di suatu tempat yang
berada di antara surga dan neraka.
Orang-orang
fasik ini tidak akan keluar dari neraka yang agak dingin dan tidak pula masuk
surga yang penuh kenikmatan.
e.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh Kebaikan dan
Melarang Keburukan)
Dasar ini pada
kenyataannya hanya sekedar berhubungan dengan amalan lahir dan dengan dasar ini
pula membuat heboh dunia Islam selama 300 tahun, pada abad permulaan Islam,
sebab menurut mereka, “Orang yang
menyalahi pendirian mereka dianggap sesat dan harus dibenarkan serta
diluruskan,” kewajiban ini harus dilaksanakan oleh setiap muslim untuk
menegakkan agama serta memberi petunjuk kepada orang yang sesat.
Dalam
melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar mereka berpegang pada Al-Hadis yang
berbunyi:
Artinya: “Siapa
di antaranya yang melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tanganmu.”
Oleh karena
itulah telah tercatat dalam sejarah bahwa kaum Mu’tazilah pernah membunuh
ulama-ulama Islam, di antaranya ulama Islam yang terkenal Syekh Buwaithi
seorang ulama pengganti Imam Syafi’i dalam suatu peristiwa Quran Makhluk.
Di sini terdapat
keganjilan-keganjilan dari orang Mu’tazilah sebab amar ma’ruf atau menyuruh
kebaikan itu dimaksudkan hanya ma’ruf (kebaikan) bagi kaum Mu’tazilah, yaitu
hanya pendapat mereka bukan ma’ruf (kebaikan) yang sesuai dengnan Quran
sebagaimnana orang banyak berpegang kepada Quran yang tercantum dalam firman
Allah:
Artinya
: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
Aliran
Mu’tazilah berpusat di dua tempat, yaitu di Basrah dan Baghdad. Dalam
perkembangan selanjutnya, aliran Mu’tazilah terpecahbelah menjadi 20 aliran;
namun semuanya masih berprinsip dari lima ajaran tersebut.[3]
sukron katsir
BalasHapusSama sama..
Hapusterimakasih, artikelnya sangat bermanfa'at...
BalasHapusSyukron katsir 🙏
BalasHapus